MISTERI KAMAR 313
Losmen tua, yang sudah dibangun sejak masa kependudukan Belanda, bangunan
berlantai tiga itu bercat putih kumal, beratap genting lapuk, di sisi kanan
kirinya plafon-plafon sudah ada yang rusak, di sekitar halamannya sudah
ditumbuhi ilalang. Di sanalah Olin tinggal bersama Bibinya, saat duduk di kelas
lima Sekolah Dasar orang tua Olin mengalami kecelakaan di lantai tiga kamar
losmen tepatnya di kamar 313. Saat itu Ayah dan Ibu Olin sedang bertengkar
hebat dan tak sengaja Ayah Olin menjatuhkan Istrinya jatuh ke bawah melihat Istrinya
bersimbah darah Ayah Olin frustasi dan saat itu juga ia bunuh diri.
Banyak orang yang bilang kamar 313
menjadi angker karena kejadian yang menimpa Orang Tua Olin. Namun Olin tidak
mengindahkan dan selama ia tinggal di Losmen bersama Bibinya tidak pernah ada
hal-hal yang menakutkan.
Malam itu, ketika Olin sedang
bersiap menutup losmennya dan Bibinya sedang menutup pintu bagian samping,
datang sepasang Suami Istri yang mencari penginapan. ”Permisi mbak.” Ucap sang
Istri.
”Ya Bu, Bisa dibantu?”
”Apa di sini ada kamar kosong?” Matanya mengerjap-ngerjap menahan kantuk.
”Ada, tinggal satu kamar yang
kosong. Kamar 313.”
”Syukurlah, akhirnya kami dapat
penginapan.” Ujarnya seraya menyunggingkan senyum lega kepada Suaminya.
”Mari Pak, Bu saya antar ke kamar.”
Olin membantu mereka membawa tas mereka.
Olin membuka kamar yang masih
tertata rapi, karena Olin atau Bibinya secara bergantian selalu
membersihkannya, ”Di sini kamar mandinya.” Olin membuka kamar mandi yang tidak
terlalu bagus namun bersih. ”Sewa di losmen ini murah hanya Rp 200.000,-
perhari. Kalau Ibu Chek In pukul 23.00, naaah Ibu dan Bapak juga bisa Chek Out
pukul 23,00 lagi.” Ujarnya sambil tersenyum. Olin membiasakan dirinya untuk
menjelaskan sebelum ditanya oleh pelanggan.
”Aiihhh
si Mba, masa kita keluar dari sini tengah malam juga.” Canda Suaminya sambil
tertawa kecil.
”Hmmm
hmmm hmmm, baiklah selamat istirahat.” Olin melempar senyum ke arah pasangan
Suami Istri tersebut.
Sepeninggal
Olin, Mira si Istri langsung ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, dan
bergantian dengan Suaminya Imran. Tak lama kemudian terdengar pintu diketuk,
Mira segera membukanya. Seorang wanita paruh baya berdiri di depan pintu dengan
piyama putih. ”Kenalkan, nama saya Farida.” Ucapnya.
Mira
tersenyum, ”Nama saya Mira. Ada apa ya bu.”
”Kenapa
anda mau diberi kamar ini?” Wajahnya berubah sinis.
”Memang
ada apa dengan kamar ini?” Tanya Mira kebingungan.
”Hati-hati
kamar ini angker.” Wajag sinisnya berubah menjadi kemarahan yang ditahan.
Pipinya memerah. ”Orang tua gadis yang tadi mengantar anda, meninggal di kamar
ini. Dan kamar ini menjadi angker.
Mira
merinding mendengarnya, berusaha tidak mengingat kata-kata Ibu Farida
kepadanya.
”Kenapa
wajahmu pucat, Mira?” Imran suaminya menanyakan kegundahan Istrinya. Dan Mira langsung
menceritakan obrolannya dengan Ibu Farida. ”Jangan didengar, kita akan buktikan
di kamar ini tidak angker.” Imran tersenyum pada Istrinya sambil memeluknya
mesra.
***
”Pagi… Bu Mira.” Sapa Bibi Ana. Bi
Ana bertugas membersihkan halaman hari ini. Sedangkan Olin bertugas untuk
membersihkan sisi dalam losmen.
”Pagi.” Mira tersenyum simpul lalu
mendekati Bi Ana. ”Ada yang ingin saya tanyakan.”
”Silahkan.” Menghentikan kegiatan
menyapunya.
”Sebenarnya saya tidak enak untuk
menanyakannya.” Mira gugup karena ragu, takut Bi Ana tersinggung dengan
pertanyaannya.
”Jangan sungkan, tanyakan saja.”
”Semalam ada yang datang ke kamar
saya dan mengatakan kalau kamar yang saya tempati angker. Sebenarnya saya tidak
menghiraukannya namun wanita itu sepertinya sangat serius, dan anehnya suasana
di kamar jadi mencekam.” Mira mengisahkan kejadiannyaTaa
”Siapa namanya?” Bibi Ana bertanya.
”Ibu Farida.” Jawab Mira.
”Siapa namanya Bu Mira.” Tiba-tiba
saja Olin datang dan mengulang pertanyaan Mira dengan maksud menyelidik karena
hal ini untuk kenyamanan tamunya. ”Maaf, saya menguping pembicaraan. Tapi saya
perlu tahu sebagai pengelola losmen ini.”
”Ibu Farida.” Ulang Mira.
Olin berfikir sejenak
mengingat-ingat tamu yang bernama Farida. Tanpa bertanya dia menggamit lengan
Mira dan mengajaknya ke dalam losmen. Olin menarik buku catatan tamu mulai tiga
hari yang lalu. Jari telunjuknya dengan cepat menuruni lembaran kertas matanya
menyapu seluruh catatan namun dia tidak menemukan nama ”Farida” di sana.
”Tidak ada tamu yang bernama Farida,
Bu Mira.”
”Tapi dia benar-benar datang ke
kamar saya.” Sahutnya meyakinkan Olin dan Bi Ana.
”Bi Ana, apa ada orang di sekitar
sini yang bernama Ibu Farida?” Tanya Olin berusaha mencari kebenaran.
”Dulu ada, rumahnya tepat di belakang
losmen ini. Kau tahu Olin rumah yang sekarang didiami oleh Mba Tami, dia
seorang dosen.”
”Oh ya Mba Tami.” Olin mengangguk
mengiyakan.
”Pemilik rumah sebelumnya adalah Ibu
Farida, tapi dia sudah meninggal sepuluh tahun yang lalu. Kemudian rumahnya
dijual oleh pewarisnya.” Jelas Bi Ana.
Matahari sudah menanjak ke
singgasana, sinarnya menerangi setiap sudut semak yang di sekitar losmen. Mira
dan Imran sudah selesai melakukan Chek Out dan mereka beranjak pergi. Mereka
berjalan menyusuri ilalang di halaman losmen, tanpa mereka sadari Ibu Farida
berdiri di sudut pintu gerbang melemparkan senyum pada mereka, namun Imran dan
Mira tak melihatnya.
THE
END